Banner

Banner Blog

11/03/12

Kwik : BI Lakukan Pembiaran Sistemik


EKONOM Kwik Kian Gie mengungkapkan, sebenarnya sejak kelahiran Bank Century (BC) sudah bermasalah beserta keseluruhan proses kerusakannya dibiarkan secara sistemik oleh BI. Sebagai bukti, Laporan Keuangan Bank Pikko dan Bank CIC, yang dinyatakan disclaimer oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), dijadikan dasar merger. Pemegang saham pengendali yang tidak memenuhi fit and proper test tetap dipertahankan. Pengurus bank, yaitu direksi dan komisaris, ditunjuk tanpa melalui fit and proper test.
Oleh karena kesulitan likuiditas yang dihadapinya, BC mengajukan permohonan fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) kepada BI pada tanggal 30 Oktober 2008 sebesar Rp 1 triliun. Permohonan tersebut diulangi pada 3 November 2008. “Karena pada saat mengajukan permohonan FPJP, posisi CAR BC menurut analisis BI adalah positif 2,35 % (posisi 30 September 2008), sedangkan persyaratan untuk memperoleh FPJP sesuai dengan PBI No. 10/26/PB/2008 tentang FPJP Bank Umum, CAR-nya minimal harus 8 %, BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP,” katanya.
Karenanya, secara sistemik, pada 14 November 2008, BI mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi CAR minimal positif (asalkan di atas 0%). Dengan perubahan ketentuan tersebut dan dengan menggunakan posisi CAR per 30 September 2008 sebesar positif 2,35%, BI menyatakan bahwa BC memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.
“Padahal. hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa CAR BC pada 31 Oktober 2008 sudah negatif 3,53%, sehingga seharusnya BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP. “Selain itu, sebagian jaminan FPJP yang diperjanjikan sebesar Rp. 469,99 miliar ternyata tidak secured,” tegasnya.
Berdasarkan perubahan PBI tersebut, pada 14 November 2008, BI menyetujui pemberian FPJP kepada BC. Jumlah FPJP yang telah disalurkan kepada BC adalah Rp 689,39 miliar yang dicairkan pada 14 November 2008 sebesar Rp 356,81 miliar, 17 November 2008 sebesar Rp 145,26 miliar, dan 18 November 2008 sebesar Rp. 187,32 miliar.
Selain itu secara sistemik, BC digerogoti oleh pemilik dan atau manajemennya sendiri, yang secara sistemik pula dibiarkan oleh BI. “Faktanya sebagai berikut. Setelah BC ditempatkan dalam pengawasan khusus pada 6 November 2008, BI tidak mengizinkan penarikan dana dari pihak terkait yang tersimpan dalam BC. (PBI No. 6/9/PBI/2004 yang diubah dengan PBI No. 7/38/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank). Namun, setelah itu toh ada penarikan dana oleh pihak terkait sebagai berikut, Rp. 454,898 miliar, USD 2,22 juta,  AUD 164,81 ribu, dan SGD 41,28 ribu.
Pada 14 November 2008, Robert Tantular (RT) memerintahkan BC Cabang Surabaya memindahkan deposito milik salah satu nasabah BC senilai USD 96 juta dari kantor Cabang Surabaya-Kertajaya ke Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan. Setelah itu, Dewi Tantular (DT) dan RT mencairkan deposito tersebut senilai USD 18 juta tanggal 15 November 2008 yang digunakan oleh DT (Kepala Divisi Bank Notes) untuk menutupi kekurangan bank notes yang telah digunakan untuk keperluan pribadi DT; DT telah menjual bank notes ke luar negeri dengan jumlah yang melebihi jumlah yang tercatat, sehingga secara akumulatif terjadi selisih kurang antara fisik bank notes dan catatan akuntansi. Deposito milik nasabah tersebut kemudian diganti oleh BC dengan dana yang berasal dari FPJP.
Suntikan dana sebesar Rp 6,72 triliun kepada BC sendiri lanjut Kwik, dinyatakan untuk menghindari kerusakan sistem perbankan Indonesia secara sistemik. Padahal jika kita lihat fungsi BC dalam industri perbankan hanya 0,68 % dalam rasio DPB bank/DPK industri dan rasio kredit bank/kredit industri hanya 0,42 %.
“Maka, fungsi BC dalam industri perbankan tidak ada artinya sama sekali. Di mana sistemiknya? Mungkin sangat berarti untuk pihak-pihak tertentu yang menggunakan BC sebagai pencuci uang dan berbagai praktik kotor yang masih harus dibuktikan oleh laporan final oleh BPK,” tegasnya. sp/win/ho



Tidak ada komentar: