Banner

Banner Blog

11/03/12

Suka Mainkan Putusan, Hakim Nakal Disadap



Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas terhadap hakim kini memiliki amunisi baru dalam mengawasi hakim-hakim nakal. Kehadiran UU No 22 Tahun 2011 yang merupakan revisi UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) menjadi landasan hukumnya. Apa saja kewenangan yang dimiliki oleh KY tersebut? dan bentuk pelanggaran apa yang dilakukan oleh hakim-hakim dalam menjalankan tugasnya?

Dalam UU No 22 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, ada beberapa kewenangan tambahan yang dimiliki KY. Kewenangan itu yakni penyadapan terhadap penegakan hukum yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim, lalu dalam proses rekrutmen hakim, KY tidak hanya berperan mengusulkan pengangkatan hakim agung ke DPR, tapi juga wewenang mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di Mahkamah Agung. Selain itu, KY diberi kewenangan untuk mengangkat penghubung di daerah sesuatu kebutuhan KY yang bertugas membantu tugas KY.
Terkait kewenangan penyadapan, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Dr. Suparman Marzuki, SH, MSI mengatakan bahwa penyadapan merupakan salah satu pola pengawasan hakim yang preventif. Selain itu, ada pola juga yang represif. ”Makanya di periode KY saat ini, kita berusaha mempertajam pengawasan terhadap hakim salah satunya melalui penyadapan,” ungkapnya saat memberikan kuliah tamu di Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah, Surabaya, Jumat (2/3).


Dalam proses penyadapan ini, KY tentu tidak sendiri. KY telah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) untuk melakukan tindakan tersebut.
Suparman juga menjelaskan, hasil penyadapan terhadap hakim itu terbukti efektif. Sejumlah hakim yang terlibat memainkan perkara atau menerima gratifikasi berhasil ditangkap oleh KPK. ”Jadi, kita sudah memiliki daftar nomor handphone hakim-hakim di seluruh Indonesia, sehingga mudah melakukan penyadapan terhadap hakim yang dicurigai,” tandasnya.
Suparman yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini menambahkan bahwa pengawasan terhadap hakim juga dilakukan dengan pemantauan persidangan-persidangan tertentu dan berpotensi terjadinya ketidakjujuran. Polanya dengan terbuka dan tertutup. ”Terbuka itu dengan kita mengirimkan surat resmi ke pengadilan, sedangkan tertutup melalui pemantauan diam-diam,” ujarnya.
Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Yogyakarta juga mengungkapkan bahwa melakukan investigasi secara mendalam terkait jejak rekam hakim juga sangat penting. Track record terhadap hakim-hakim terus dilakukan untuk memperkaya data yang dimiliki tentang integritas seorang hakim. ”Investigasi rekam jejak hakim ini terus kita dalami, baik dalam perilaku sehari-hari maupun dalam melakukan tugasnya sebagai hakim. Tentu yang kita inginkan adalah hakim agung itu harus jujur,” ungkapnya.
Suparman mencatat bahwa selama 2011 ini adalah 21 hakim yang mendapatkan sanksi berat yakni pemecatan. Mereka ini terbukti melakukan pelanggaran berat, seperti memainkan putusan dengan iming-iming berbagai hal, seperti uang, perempuan, menerima mobil, dan lain sebagainya. ”Makanya, ia mengharapkan agar hakim-hakim di Indonesia mulailah berubah, yakni menjaga integritas, memutuskan dengan benar sesuai hati nurani, dan tidak mudah tergoda oleh apapun. Ini sangat penting untuk mewujudkan penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya sambil menambahkan bahwa setiap bulan KY menerima 200 laporan dari masyarakat.
Mengenai laporan yang masuk terhadap perilaku hakim, Suparman menjelaskan ada beberapa tindakan yang tidak pantas dilakukan hakim. Misalnya, dalam perilakunya hakim itu selingkuh, menikah lagi tanpa izin istri pertama, menggunakan narkoba, berkaraoke plus, ngomongnya jelek, main sms di persidangan, main telpon, lalu putusan yang copy paste. Semua laporan ini sudah disampaikan ke Mahkamah Agung. ”Respon MA, mereka juga cukup kaget dengan temuan itu. Bahkan Ketua MA hanya geleng-geleng kepala melihat perilaku hakim-hakim di daerah. Ini menunjukkan perlunya pembinaan yang efektif dari MA terhadap hakim-hakim,” ungkapnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Hang Tuah, Dr. Sutarno, dr. Sp.THT, SP-KL, SH, MH mengatakan bahwa hakim itu ibaratnya wakil Tuhan di dunia. Dengan posisi ini, diharapkan hakim itu bisa membuat putusan yang adil, dipercaya dan memiliki kepastian hukum. ”Oleh karenanya, memang perlu pengawasan secara ketat, keras dan konsisten agar hakim-hakim di Indonesia ini bisa berubah perilakunya. Tidak mudah tergoda, dan selalu jujur,” paparnya. ri

Dimuat di Harian Surabaya Pagi, 3/3/2012


Tidak ada komentar: