Dalam UU No 22 Tahun 2011 tentang
Komisi Yudisial, ada beberapa kewenangan tambahan yang dimiliki KY. Kewenangan
itu yakni penyadapan terhadap penegakan hukum yang melanggar kode etik dan
pedoman perilaku hakim, lalu dalam proses rekrutmen hakim, KY tidak hanya
berperan mengusulkan pengangkatan hakim agung ke DPR, tapi juga wewenang
mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di Mahkamah Agung. Selain itu, KY diberi
kewenangan untuk mengangkat penghubung di daerah sesuatu kebutuhan KY yang
bertugas membantu tugas KY.
Terkait kewenangan penyadapan,
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Dr. Suparman
Marzuki, SH, MSI mengatakan bahwa penyadapan merupakan salah satu pola
pengawasan hakim yang preventif. Selain itu, ada pola juga yang represif.
”Makanya di periode KY saat ini, kita berusaha mempertajam pengawasan terhadap
hakim salah satunya melalui penyadapan,” ungkapnya saat memberikan kuliah tamu
di Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah, Surabaya,
Jumat (2/3).
Dalam proses penyadapan ini, KY
tentu tidak sendiri. KY telah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK ) untuk melakukan tindakan tersebut.
Suparman juga menjelaskan, hasil
penyadapan terhadap hakim itu terbukti efektif. Sejumlah hakim yang terlibat
memainkan perkara atau menerima gratifikasi berhasil ditangkap oleh KPK. ”Jadi,
kita sudah memiliki daftar nomor handphone hakim-hakim di seluruh Indonesia,
sehingga mudah melakukan penyadapan terhadap hakim yang dicurigai,” tandasnya.
Suparman yang juga dosen di
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
ini menambahkan bahwa pengawasan terhadap hakim juga dilakukan dengan
pemantauan persidangan-persidangan tertentu dan berpotensi terjadinya
ketidakjujuran. Polanya dengan terbuka dan tertutup. ”Terbuka itu dengan kita
mengirimkan surat
resmi ke pengadilan, sedangkan tertutup melalui pemantauan diam-diam,” ujarnya.
Mantan Ketua Komisi Pemilihan
Umum Yogyakarta juga mengungkapkan bahwa melakukan investigasi secara mendalam
terkait jejak rekam hakim juga sangat penting. Track record terhadap
hakim-hakim terus dilakukan untuk memperkaya data yang dimiliki tentang
integritas seorang hakim. ”Investigasi rekam jejak hakim ini terus kita dalami,
baik dalam perilaku sehari-hari maupun dalam melakukan tugasnya sebagai hakim.
Tentu yang kita inginkan adalah hakim agung itu harus jujur,” ungkapnya.
Suparman mencatat bahwa selama
2011 ini adalah 21 hakim yang mendapatkan sanksi berat yakni pemecatan. Mereka
ini terbukti melakukan pelanggaran berat, seperti memainkan putusan dengan
iming-iming berbagai hal, seperti uang, perempuan, menerima mobil, dan lain
sebagainya. ”Makanya, ia mengharapkan agar hakim-hakim di Indonesia mulailah
berubah, yakni menjaga integritas, memutuskan dengan benar sesuai hati nurani,
dan tidak mudah tergoda oleh apapun. Ini sangat penting untuk mewujudkan
penegakan hukum di Indonesia,”
ujarnya sambil menambahkan bahwa setiap bulan KY menerima 200 laporan dari
masyarakat.
Mengenai laporan yang masuk
terhadap perilaku hakim, Suparman menjelaskan ada beberapa tindakan yang tidak
pantas dilakukan hakim. Misalnya, dalam perilakunya hakim itu selingkuh,
menikah lagi tanpa izin istri pertama, menggunakan narkoba, berkaraoke plus,
ngomongnya jelek, main sms di persidangan, main telpon, lalu putusan yang copy
paste. Semua laporan ini sudah disampaikan ke Mahkamah Agung. ”Respon MA,
mereka juga cukup kaget dengan temuan itu. Bahkan Ketua MA hanya geleng-geleng
kepala melihat perilaku hakim-hakim di daerah. Ini menunjukkan perlunya
pembinaan yang efektif dari MA terhadap hakim-hakim,” ungkapnya.
Sementara itu, Rektor Universitas
Hang Tuah, Dr. Sutarno, dr. Sp.THT, SP-KL, SH, MH mengatakan bahwa hakim itu
ibaratnya wakil Tuhan di dunia. Dengan posisi ini, diharapkan hakim itu bisa
membuat putusan yang adil, dipercaya dan memiliki kepastian hukum. ”Oleh karenanya,
memang perlu pengawasan secara ketat, keras dan konsisten agar hakim-hakim di
Indonesia ini bisa berubah perilakunya. Tidak mudah tergoda, dan selalu jujur,”
paparnya. ri
Dimuat di Harian Surabaya Pagi, 3/3/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar